Minggu, 07 Juni 2009

IT KPU


Minggu, 2009 Juni 07
IT KPU
BAB I
PENDAHULUAN
I.Latar Belakang

Pascapencontrengan nasional merupakan masa yang sangat rawan dan sensitif. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem informasi KPU yang mampu menghitung secara cepat dan akurat serta tersedianya tabulasi bisa diakses secara luas. Konvergensi teknologi informasi sangat mewarnai perjalanan demokrasi di muka bumi. Namun, ada faktor penting menyangkut sistem informasi, yang dipilih untuk mendukung penyelenggaraan Pemilu 2009. Hal itu, sebaiknya mempertimbangkan proven technology dan melihat track record serta reputasi penyedianya. Dengan demikian, Pemilu 2009 tidak digunakan sebagai lahan uji coba suatu produk atau teknologi apa pun. Pilihan teknologi harus process driven, yakni berorientasi kepada perbaikan, bukan vendor driven yang semata berorientasi pada penyedia teknologi tertentu. Pengalaman pahit terhadap kinerja teknologi informasi Pemilu 2004 yang banyak mendapat kritikan hendaknya tidak terulang lagi.
Banyak pihak yang menyatakan bahwa TI KPU kali ini lamban. Bahkan, dalam perhitungan suara pilpres putaran awal, pertanyaan serupa muncul kembali. Berulangnya pertanyaan serupa memperlihatkan bahwa sebagian orang kurang memahami tujuan dari penggelarannya dalam proses perhitungan suara.
Sebenarnya, TI KPU digelar untuk menciptakan transparansi informasi sebaligus memberikan alat kontrol pada publik terhadap hasil pemilu. TI tidak digelar untuk kecepatan, apalagi untuk menandingi perhitungan suara manual. Karena bagaimana pun perhitungan suara TI hanya memiliki target tertinggi 90%. Ini karenan sifatnya yang resmi, tapi tidak final. Resmi karena bisa dipertanggung jawabkan. Tidak final karena perundangan-undangan meletakannya pada perhitungan manual.
Sebagai alat kontrol, TI KPU didesain untuk memperkecil kemungkinan manipulasi dan rekayasa terhadap hasil perhitungan suara. Desain ini dimulai dari sejak entri dilakukan hingga penyajiannya di ruang publik. Sebagai alat kontrol bagi masyarakat, ia harus steril benar dari persoalan manipulasi dan rekayasa, dan ini dimungkinkan dengan besarnya peluang untuk men- drilldown hingga ke TPS sebagai unit terkecil. Selain itu, terdapat mekanisme koreksi yang dilengkapi prosedur administasi yang cukup ketat. Semuanya harus terdokumentasi dan disimpan oleh Help Desk TI KPU.
Ini yang membedakan dengan perhitungan manual. Di perhitungan manual, proses yang terjadi adalah rekapitulasi untuk tingkat yang langsung berada di bawahnya. Misalnya, hasil perhitungan suara di tingkat kabupaten/kota hanya mengindikasikan rekap secara menyeluruh dari masing-masing kecamatan yang berada di bawahnya. Celakanya, tidak ada mekanisme koreksi dan cara untuk drill down hasil di tingkat di bawahnya karena yang ditampilkannya berupa hasil rekap.
Hal itu menjadi kendala sekaligus menciptakan peluang manipulasi dan rekayasa perolehan suara. Apalagi formulir perhitungan manual hanya berupa lembaran kertas putih yang tidak bisa melakukan self-reject bila terdapat keanehan dalam perhitungan di dalamnya. Artinya, tak ada filter seperti yang diterapkan dalam formulir TI KPU.

II.Tujuan

1.Mengetahui permasalahan yang muncul penyebab digunakannya IT dalam KPU
2.Mencari rekomendasi dalam penyelesaian permasalahan penggunaan IT KPU.














BAB II
PEMBAHASAN

Penggunaan TI dalam pemilihan umum, menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dr. Nazarudin Syamsuddin, sebenarnya tidak secara eksklusif untuk perhitungan suara. Sejak awal, sistem itu didesain untuk keperluan pendaftaran pemilih, pendaftaran peserta pemilu dan perhitungan suara. “Perhitungan suara hanya salah satunya,” jelasnya. Dalam perhitungan suara, Nazar menyebutkan bahwa angka perolehan suara TI KPU bersifat resmi, namun tidak final. “Yang final adalah perhitungan suara secara manual,” sambungnya.
Perhitungan suara TI KPU, sebenarnya mirip dengan yang dilakukan Pusat Tabulasi Joint Operations and Media Center (JOMC) pada pemilu 1999. Perbedaannya, Pusat Tabulasi JOMC digelar sepanjang perolehan suara belum mencapai 80% dari total pemilih yang memberikan suaranya. Begitu target terkumpul dalam 10 hari, mendadak sontak JOMC dinyatakan resmi ditutup. Akibatnya, masyarakat kehilangan transparansi informasi, sekaligus kehilangan alat kontrol terhadap proses perhitungan suara manual.

I.Permasalahan
Permasalahan yang terjadi pada kenyataannya di dalam Informasi Teknologi (IT) Komisi Pemilihan Umum (KPU), terutama terkait dengan lambatnya data real count yang masuk ke Pusat Tabulasi Nasional Pemilu (TNP).
KPU membantah jika lambatnya data yang masuk ke real count Pileg 2009 terkait dengan tindakan manipulasi yang dilakukan KPU. Proses itu semuanya sudah dilakukan sesuai dengan prosedur. Ada tim ahli dan pengadaannya. Dari hasil penayangan yang menjadi keluhan kita semua, KPU ingin menyampaikan bahwa apa yang ditayangkan adalah hasil riil yang diperoleh, jelasnya. Menurut KPU, proses pengadaan perangkat TI tidak ada kaitannya dengan lambatnya tabulasi Pemilu. Proses itu, menurut mereka telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam Keppres Nomor 80/2003. Namun begitu, KPU mengatakan akan menampilkan secara terpisah bentuk tampilan perolehan rekapitulasi manual yang berada di kabupaten/kota. Semua hasil rekapitulasi kabupaten/kota itu akan ditayangkan dengan cara link dengan tim tabulasi yang ada, mungkin setahap demi tahap.

II.Rekomendasi
Proven technology untuk mematangkan sistem informasi bagi lembaga penyelenggara pemilu, telah menjadi keharusan bagi negara demokrasi. Sekadar catatan, Delacroy Voting System merupakan suatu perkembangan teknologi untuk mengatasi perhitungan suara secara manual dan menggantinya dengan sistem komputerisasi suara. Kongres telah menyetujui perusahaan tersebut dan menyatakan bahwa perusahaan itu mempunyai peran dan terus mengembangkan metode pemungutan suara, yang lebih praktis dan sangat akurat. Proses pematangan itu di Indonesia analog dengan kajian tim ahli TI KPU, yang menyatakan bahwa proyeksi sistem pemungutan dan penghitungan suara di masa depan, akan menggunakan e-Voting yang didukung teknologi Optical Character Recognition (OCR) dan Optical Barcode Recognition (OBR) sebagai alat untuk menjamin auditabiltas dan akuntabilitas e-Voting.
Dengan prinsip itu, data/file (misal hasil scaning form C1) dan database hasil konversi serta tabulasinya dapat disimpan lebih baik dan menjadi arsip KPU provinsi/kabupaten/kota yang dapat ditampilkan kembali dengan mudah dan cepat apabila diperlukan. Jika pada suatu saat terjadi sengketa hasil penghitungan suara, file arsip tersebut dapat dimunculkan dan dijadikan salah satu alat bukti yang valid. Dengan demikian, hasil penghitungan suara pemilu tersebut, menjadi lebih akuntabel dan auditabel. Solusi teknologi itu sangat membantu mewujudkan tabulasi hasil pemilu secara cepat dan menarik. Dengan demikian, rakyat tidak dirundung situasi ketidakpastian.


Saran dan Rekomendasi:

1. Berdasarkan dinamika terkini seperti kami maksud diatas, yaitu penggunaan berbagai teknologi pendukung fasilitas input data, maka kami mengusulkan penyempurnaan:
a. Revisi Draft Peraturan KPU tentang Sistem Informasi Pemilihan Umum (Sipemilu). Draft Peraturan dirancang untuk menjadi payung hukum (acuan) KPU dalam implementasi GDSI-KPU yang mencakup seluruh portofolio aplikasi dan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung tahapan pemilu, dari Pemilu DPR, Pemilu Presiden, hingga Pemilu Kepala Daerah. Diusulkan mengusulkan untuk menggunakan fasilitas input data utama yaitu yang berbasis teknologi ICR (Intelligent Character Recognition) pada Pemilu DPR, DPD dan DPRD dengan backup fasilitas input data manual berbasis e-Form maupun aplikasi lokal.
b. Revisi Draft Keputusan KPU tentang Pelaksanaan Tabulasi Penghitungan Suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
2. Selanjutnya, untuk mengimplementasikan peraturan dan keputusan tersebut dengan kendala waktu yang singkat (kurang dari 2 bulan sistem dapat berjalan), perlu segera dilaksanakan proses pengadaan Sistem Informasi / Teknologi Informasi KPU yang harus dimulai secepatnya, dengan metode pengadaan Lelang Umum, yang meliputi pengadaan barang/jasa sebagai berikut:
a. Sewa Jaringan Teknologi Informasi Komisi Pemilihan Umum
b. Perangkat Keras Teknologi Informasi Untuk Mendukung Tabulasi Pemilu Legislatif
c. Sistem Informasi Pemilihan Umum (Sipemilu), Perangkat Lunak Aplikasi Integrated Input Technology (IIT), Sistem Tabulasi, Tabulasi Grafis Dan Dashboard Hasil Penghitungan Suara Pemilu Legislatif
d. Perangkat input data dan tabulasi (scanner, komputer, perangkat lunak aplikasi untuk fasilitas input data (Integrated Input Technology), dan database tabulasi lokal) di KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi (draft KAK terlampir pada Lampiran 8: “Kerangka Acuan Kerja Pengadaan Perangkat Input Data Dan Tabulasi Untuk Mendukung Sistem Tabulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilu Legislatif”)
e. Penyediaan tenaga profesional di pusat data (Business Process & System Analyst, Software Engineer & Programmer, Operator) dan tenaga operator / pendamping di KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota.
3. Apapun barang, jasa, produk, teknologi, yang dipilih untuk mendukung penyelenggaraan Pemilu DPR dan Presiden yang sifatnya berjalan satu kali dalam 5 tahun sebaiknya mempertimbangkan keterbuktiannya berjalan dengan baik dalam skala besar (proven technology) dan/atau melihat track record dan reputasi penyedianya, misal: kepemilikan hak cipta/paten, pengalaman, dan lain-lain (proven technology provider). Dalam Pemilu 2009 kami sarankan dan rekomendasikan untuk tidak digunakan sebagai lahan uji coba suatu produk atau teknologi apapun. Pilihan teknologi harus “Process Driven”, berorientasi perbaikan, bukan “Vendor Driven” yang berorientasi pada penyedia teknologi tertentu.






















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Penggunaan informasi teknologi dalam KPU memberikan kemudahan dalam mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan hasil pemungutan suara yang telah dilaksanakan. jika pada suatu saat terjadi sengketa hasil penghitungan suara, file arsip tersebut dapat dimunculkan dan dijadikan salah satu alat bukti yang valid. Dengan demikian, hasil penghitungan suara pemilu tersebut, menjadi lebih akuntabel dan auditabel. Solusi teknologi itu sangat membantu mewujudkan tabulasi hasil pemilu secara akurat, cepat dan menarik. Namun kenyataannya pada saat ini, penggunaan informasi teknologi dalam KPU masih kurang membantu dalam Quick Count atau perhitungan cepat suara. Di mana tabulasi data yang disajikan, ternyata kecepatan, kelengkapan dan akurasinya kurang memenuhi tuntutan atau aspirasi rakyat, sehingga banyak pihak-pihak yang dirugikan akibat kurang baiknya kinerja KPU tahun ini.
















DAFTAR PUSTAKA

http://hdn.zamrudtechnology.com (download tanggal 30 April 2009)
www.zamrudtechnology.com
www.crayonpedia.org
www.igoscenter.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar